Sunday, July 3, 2016

Soon to be US

"Geng liat! Alhamdulillah kita lolos, gak nyangka banget. Siap siap tenaga dan pikiran kalian! Banyak hal yang harus kita selesaikan sebelum berangkat ke medan perang"

Pesan disertai gambar bukti lolosnya aku dan tim dalam ajang perlombaan bergengsi milik Universitas Airlangga yang dikirim oleh Kak Risa membuatku berteriak kegirangan memecah keheningan malam.

"Alhamdulillah ya Allah.. Semangat Geng! Ingat #yellowpride, kita harumkan nama UI di sana"

Sahut Kak Ahmad seraya mengirimkan sticker semangat pada group line kami yang bernama "Bismillah, MERIAH Goes to Surabaya". Meriah, Meta - Risa - Ahmad, sebuah akronim yang tak sengaja tercetus untuk menyatukan kami bertiga. Senang rasanya, di tahun pertama kuliah aku bisa mengenal Kak Ahmad serta Kak Risa, dua senior hebat yang terpaut dua tahun di atasku.

---

Aku Meta, mahasiswi Universitas Indonesia yang baru saja dua bulan merasakan asam-manis kehidupan kampus. Beruntung, banyak kutemui orang yang sejalan pikiran denganku, di antaranya Kak Ahmad dan Kak Risa. Terlebih lagi, aku merasa amat tersanjung saat kedua orang yang telah ada di tahun ketiga kuliahnya itu mengajakku dalam perlombaan bergengsi tingkat nasional. Banyak hal yang kupelajari dari mereka berdua selama proses persiapan perlombaan. Meskipun sudah ahli dan memiliki banyak pengalaman, Kak Ahmad dan Kak Risa tak pernah terkesan mengguruiku. Mereka lebih suka mengatakan "belajar bersama" dibanding "mengajarkan". Sesekali aku menggoda Kak Ahmad dan Kak Risa yang kedapatan saling berpandangan atau tertawa bersama. Aku tak pernah tau bagaimana perasaan mereka masing-masing namun aku berharap suatu saat dapat melihat mereka bahagia bersama.

Sedangkan aku? Salah satu alasanku mau mengikuti lomba ini ialah tak lain karena lokasinya. Universitas Airlangga, Surabaya, ialah tempat di mana seorang lelaki bernama Fauzi menjalani pendidikannya. Berada di fakultas yang sama denganku, Fauzi juga baru dua bulan menjadi mahasiswa di sana. Iya, Fauzi, pemilik hatiku sedari SMA. Sedih rasanya rencana kami untuk kuliah di tempat yang sama pupus saat Fauzi tak berhasil lolos SBMPTN pada pilihan pertamanya, yaitu Universitas Indonesia. Beruntung, Ia diterima pada pilihan keduanya namun hal ini menyebabkan kami harus saling berjauhan satu sama lain.

"Zi, see u on November!" Langsung kukirim pesan ini pada Fauzi tak lama setelah karyaku dinyatakan lolos final ke Universitas Airlangga.

"Whoa? Aku kan udah bilang November gak balik. Maaf ya tapi satu semester ini aku beneran gabisa pulang nemuin kamu.."

"Ih Ziii, yang suruh kamu pulang siapa? Wong aku yang mau ke sana"

"Taa? Lho aku jadi enak ini kalo disamperin kamu hihi"

"Huu pede, aku lolos lomba Energy Fest Zi"

"Ih kamu kok gak cerita cerita ikut Energy Fest? Btw keren loh Taa bisa lolos final. Selamat sayang"

"Bisa lah, Meta.. Haha iya makasih yaa Zi, tunggu aku di sana"

"Ill be right here waiting for you #NP: Richard Max, hahaha"

Tiba-tiba masa SMAku terbayang di kepala. Aku dan Fauzi tak pernah berpacaran, bahkan sampai sekarang. Kami cukup saling tau perasaan masing-masing tanpa perlu memiliki. Kami takut segalanya akan berubah saat kami tak lagi berpacaran, jadi lebih baik tak berpacaran sama sekali. Aku dan Fauzi sering dijuluki "duo jenius" karena kami sama sama selalu peringkat pertama di kelas kami masing-masing. "Kalau kita sekelas, pasti aku yang peringkat satu, kamu dua" ledek Fauzi padaku. "Enak aja! Aku yang satu lah" balasku tak terima. Untungnya kami tak pernah sekelas selama SMA, sehingga pertengkaran perebutan peringkat itu tak pernah terjadi.

Masih kuingat memori wisuda manisku dan Fauzi. Saat Kepala Sekolah memanggilku sebagai pemilik nilai Ujian Sekolah tertinggi dan lulusan kedua terbaik serta memanggil Fauzi sebagai pemilik nilai Ujian Nasional tertinggi dan lulusan pertama terbaik. Semua mata tertuju pada kami diingiringi applause dari teman teman seangkatan. "Aduh pasangan ini... Selamat ya" "Kalian nanti pasti satu kampus deh, ITB UI UGM Unair, semua kampus bagus pasti bisa kalian tembus". Doa itu, sayang cuma kalimat keduanya yang terwujud, sedangkan kalimat pertamanya hanya menjadi asa bagi kami berdua.

Tak terasa malam semakin larut, aku harus segera terjaga agar tidak kesiangan di kelas pagi esok. Kuambil handphoneku dan kuucapkan selamat tidur pada Fauzi sambil tak lupa mengatur jam bekerku. Mulai besok pula aku akan mempersiapkan untuk final lomba di Unair satu minggu lagi.

---

"Selamat Pagi Tim! Jangan lupa bawa semangatnya hari ini, kita kumpul setelah 16.40 di basecamp ya" Sapa Kak Ahmad di pagi hari. Mulai sore itu sampai seminggu ke depan, aku, Kak Ahmad dan Kak Risa mempersiapkan segala sesuatu untuk di final nanti. Tak sabar rasanya aku ingin pergi ke Unair terlebih aku ingin bertemu Fauzi yang sudah dua bulan tak dapat kugenggam rupanya. Persiapan kami lakukan dengan sangat apik hingga kamipun berangkat pada dini hari tepat sehari sebelum final berlangsung. Sayang aku tak bisa berlama lama di sana, hanya tiga hari dua malam.

"Zi, aku berangkat.. Jam 16.00 aku sampai Surabaya. See you!" Fauzi tak membalas dan aku meneruskan pekerjaanku dengan laptopku. Pukul 7 pagi, aku tersadarkan dengan mention Fauzi di twitterku, "ada anak mami ke Surabaya sendirian nih hihi take care, kutunggu xoxo" lalu beberapa teman SMAku menimpali pesan Fauzi padaku. Aku hanya tertawa, rasanya ingin cepat bertemu dan menjewer telinganya. Di kereta, aku berbincang santai sambil tak lupa menggoda Kak Ahmad dan Kak Risa. "Pulangnya pesen tiket kereta yang misah aja Kak, aku sendiri, Kakak berdua, biar gak jadi nyamuk" lalu Kak Ahmad dan Kak Risa pun mencubit lengan dan pipiku dengan lembut "ihh ini bocil ya iseng" seru Kak Risa "yaudah Ris gapapa nanti pulang Meta sendiri aja" lanjut Kak Ahmad. "Tuh kan Kak Ahmad!" dan kami bertigapun tertawa lepas.

"Aku ada kelas Taa gabisa jemput maafff" tiba tiba pesan dari Fauzi-pun masuk.

"Loh? Emang siapa yang minta jemput?"

"Yaa enggak sih, aku pengen aja jemput kamu"

"Enggak usah, aku dijemput panitia lombanya kok. Kamu tenang aja"

"Ohiya? Oke deh.. Nanti kasih tau ya nginep di mana, aku mampir"

"Siap.. Tapi aku gatau malam ini bisa ketemu/enggak, aku sama Kak Ahmad dan Kak Risa mau prepare untuk besok"

"Hmm.. yaudah nanti kabari aja yaa. See you"

Rasanya aku ingin segera bertemu Fauzi, tapi apa daya ada hal yang harus aku selesaikan terlebih dahulu. Benar saja, sesampaiku di penginapan aku langsung bersih bersih dan beristirahat sebentar, lalu langsung berdiskusi dengan Kak Ahmad dan Kak Risa, aku sama sekali tak punya waktu luang sedikitpun. Akupun menelfon Fauzi sebentar untuk meminta maaf, Fauzi tak marah sama sekali karena dia tau prioritasku datang ke Surabaya adalah untuk final lomba. Pukul setengah sebelas malam diskusi kami berakhir, Kak Ahmad segera menyuruhku dan Kak Risa untuk beristirahat.

"Zi?" sapaku pada chatroom terfavoritku.

"Iya Ta?"

"Loh belum tidur?"

"Belum Ta, masih ada urusan. Kamu gak tidur?"

"Baru selesai diskusi.. Aku gak ngantuk, aku mau ketemu kamu"

"Udah malem sayang, kamu harus tidur"

"Enggak bisa, telfon yaa?"

"Yaudah aku telfon.."

Malampun semakin larut gelap seiring kularut dalam percakapan manjaku dengan Fauzi. Besok sebelum final lomba mulai Fauzi janji akan menemuiku terlebih dahulu. Namun sayang Fauzi tak bisa menontonku karena kelas. Di sepanjang perbincangan telfon Fauzi terus menyuruhku beristirahat agar segar untuk lomba esok hari. Akhirnya akupun terlelap dengan telfon yang masih tersambung dengan Fauzi.

---

"Selamat Pagi Kak Risaaa" sapaku pada Kak Risa yang tidur pada ranjang yang bersebelahan denganku. "Pagi Taa, yuk siap-siap" aku dan Kak Risa-pun langsung bersiap-siap. Aku dan Kak Risa mengenakan baju biru senada pula dengan baju Kak Ahmad. "Bismillah, semangat MERIAH untuk hari ini!" seru Kak Ahmad. Lalu kami-pun berangkat setelah dijemput oleh panitia.

"Meta..." sapa suara yang sangat tak asing di telingaku. "Ziiiiii!" sahutku sambil berbalik badan. Kuraih kedua tangannya dan kugenggam erat, "Ziii, kangen!". "Aku lebih kangen" bisik Fauzi, "malu ih diliat orang" lanjutnya. "Eh iya hehe" aku-pun melepaskan genggamanku dan melirik ke arah Kak Ahmad dan Kak Risa, mereka berdua sedang terkekeh melihatku. "Kamu udah sarapan? Sarapan yuk" jawab Fauzi, "Yah, udah Zi tadi di penginapan.. aku temenin aja ya?" balasku, "okee yuk" jawab Fauzi sambil menarik lengan kananku.

"Kamu gimana di sana?" tanya Fauzi, "Baik, tapi lebih baik lagi kalau ada kamu di sana hehe" jawabku, "hih gombal, dasar anak Depok" balas Fauzi sambil mencubit pipiku. "Kamu sendiri gimana di sini" tanyaku, "gak seburuk pikiran awalku, aku nyaman di sini" jawab Fauzi, "seneng ya gaada aku?" balasku sinis, "iyalah haha" jawab Fauzi, "ihh ngeselin" balasku sambil mencubit keras lengannya. "Aduh, kamu gak berubah ya, tukang cubit. Yaa justru itu, aku kira aku tanpa kamu bakal buruk banget, ternyata enggak kok, aku malah makin semangat kalo lagi kangen kamu" jawab Fauzi, "kok semangat?" tanyaku heran, "semangat buat kuliah, lulus, kerja, dateng ke mama papa kamu deh" balas Fauzi. "Ah Zii..." jawabku dengan wajah memerah, "jangan kepedan, aku ke mama papa kamu mau silaturahmi aja kok" balasnya sambil tertawa, "ihhh Ziii" balasku sambil mengarahkan tangan ingin mencubit kembali, "eitsss" tiba-tiba tanganku diraihnya dan digenggam erat. "Kamu kuliah yang serius, kita harus segera sukses, jadi sekarang kamu harus balik ke venue lomba dan aku ke kelas, semangat cantik!" lanjutnya sambil menyisipkan rambutku ke belakang telingaku. "Siap boss! Makasih yaa Zi.." jawabku tersipu. Fauzi memanglah laki-laki yang paling berbeda, dia selalu menghargai dan mendukung seluruh kegiatan positifku, hal inilah yang membuat kami bertahan satu sama lain meski tanpa ada status yang mengikat.

"Aduhh si bocil ini ternyata udah gede juga yaa" ledek Kak Risa saat aku datang. "Ih Kak Risaa.. enggak kok" jawabku malu, "jadi itu yang semalem telfon-telfonan?" ledek Kak Risa lagi. "Loh? Kak Risa kan udah tidur...kok tau sih?" balasku, "aku tidur ayam tau, kepikiran hari ini, cie cie Meta" balas Kak Risa, "ah Kak Risa udah dong aku malu..." gerutuku, "okay kita fokus lagi yaa, yuk latihan!" seru Kak Risa.

Syukurlah presentasi kami bertiga berjalan dengan lancar. Pukul lima sore final-pun selesai, aku langsung menghubungi Fauzi agar bisa berjalan-jalan sebentar dengannya. Namun, ternyata panitia lomba juga mengadakan jalan-jalan bersama untuk seluruh peserta final. Terpaksa aku membatalkan janji dan ikut jalan-jalan bersama, lagi lagi Fauzi tidak marah sama sekali padaku. "Ketemu aku bisa nanti lebih malam atau besok atau bahkan libur semester Desember nanti, tapi kesempatan kamu untuk kenalan sama orang-orang hebat yang lolos final kan gak datang dua kali, enjoy ur time, Bee" ujar Fauzi.

Yaa, Fauzi benar, aku mengenal banyak orang-orang hebat yang tak lain ialah peserta lolos final juga. 2011 2012 2013, hanya aku satu-satunya yang berasal dari 2014, hal ini membuat mereka sering meledekku karena akulah yang paling kecil. Sejak tiba di penginapan kemarin malam, ada dua laki-laki yang paling sering mengajakku bicara sampai meledek hingga akupun jengkel. Mas Radit, Teknik Kimia Unair 2012 yang merupakan panitia lomba dan Kak Reza Teknik Mesin ITB 2013 yang juga merupakan peserta final. Kak Reza bahkan meminta nomor handphoneku di depan peserta final lainnya dan hal ini membuat kami digoda habis-habisan.

Jalan-jalan bersama-pun berakhir pukul tujuh malam. Aku langsung kembali ke penginapan untuk bersih-bersih. Kutitipkan pesan pada Mas Radit untuk tidak mengirimkan jatah makan malamku karena aku akan makan di luar dengan Fauzi. Seusai mandi dan salin pakaian menjadi lebih santai, kutemui Fauzi yang sudah menunggu di ruang tamu penginapan. "Ayuk, Zi.." ajakku padanya. Sudah lebih dari sehari aku ada di Surabaya, tapi waktuku bersama Fauzi bahkan belum ada dua puluh menit bersama. Makan malam ringan ini kuharapkan dapat mengobati rindu yang sama sama kami pendam selama dua bulan.

"Kamu capek kan? Kita makan yang dekat sini aja, gimana?" tanya Fauzi, "terserah kamu aja, aku ikut.." jawabku. Di sini, malam hari terasa begitu sepi dan sunyi, berbeda sekali dengan situasi di Kukusan, Depok yang juga menjadi pusat indekos para mahasiswa/i UI. "Di sini rawan, jarang yang mau keluar malam" buka Fauzi saat kami melewati sebuah jalan sepi, "Zi, serius ah..." gerutuku manja sambil mendekatkan tubuh pada Fauzi, "iya makanya jangan jauh-jauh" jawab Fauzi sambil merangkul pundakku, "yee dasar genit" balasku sambil memukul dan menjauh lagi dari Fauzi, kamipun tertawa bersama.

Tak lama, kami sampai di kedai tempat makan malam. Sederhana sekali, jauh berbeda dengan tempat-tempat makan yang biasa aku dan teman-teman kunjungi di Margonda, Depok. Sepanjang makan malam aku membahas soal final lomba hari ini serta kehidupan kami selama dua bulan belakangan. Bahagia rasanya bisa makan dengan Fauzi sambil berhadapan seperti ini, padahal sewaktu SMA kami melakukannya setiap hari. Aku banyak tertawa saat makan, rasanya lepas sekali, senang mataku bisa menggenggam langsung sosok Fauzi, bukan sekedar lewat Skype. Setelah makan, kamipun langsung bergegas kembali ke penginapanku.

"Kapan yaa kita bisa kaya gini lagi setiap hari..." tanyaku saat berjalan pulang, "soon, you and me will soon to be us" balas Fauzi sambil meraih tanganku, lalu menyelipkan jarinya di sela jari-jariku. Nyaman rasanya tinggal di genggaman Fauzi, untuk pertama kalinya Fauzi menggenggam tanganku erat dan selama ini, sepanjang kami berjalan kembali ke penginapan. "Ternyata bukan cuma aku yang rindu, kamu juga.." bisikku dalam hati, erat genggamannya jelas mengalirkan rasa rindunya selama ini yang tertahan jua. Sepanjang jalan kami hanya mengobrol ringan sembari tertawa bersama, sampai kami tiba kembali di penginapanku.

"Taa, jam sembilan nih, kamu udah ngantuk?" tanya Fauzi, "belum, temenin aku di sini, setengah jam aja" balasku padanya sambil berjalan duduk ke teras depan taman. Fauzi langsung menyusulku, duduk persis di sampingku. "Kalau lagi hectic, aku oke oke aja, tapi pas gaada kerjaan aku pasti inget kamu, terus aku bingung harus apa kalau lagi kangen" celetukku saat membuka obrolan, "kenapa bingung?" tanya Fauzi, "kita udah gede, punya kehidupan masing-masing, pas aku kangen bisa aja kamu lagi sibuk dan sebaliknya, beda sama SMA, di mana kita selalu bisa tau lagi apa dan gimana satu sama lain" jawabku. Fauzi hanya diam, setuju dengan perkataanku namun enggan mengiyakan, kemudian tersenyum, menoleh seraya berkata "kamu capek yaa Ta?". "Iya... aku capek kangen kamu" jawabku setengah bergetar, langsung kujatuhkan kepalaku ke pundak Fauzi sambil setengah mati menahan air mata agar tak jatuh menetes. 

Entah mengapa tiba-tiba emosi menguasai diriku, rindu yang terpendam, raga yang tak tergenggam. "Sayang..." balas Fauzi sambil mengelus rambutku, mendekatkanku lebih lagi pada pundaknya, sembari memandangi kedua mataku yang tergenang, "baru dua bulan, masih ada tiga setengah tahun lebih lagi loh. Meta kuat, jiayou!", akupun tersenyum dan langsung tertawa kecil. Kepalaku tetap kelabuhkan pada pundak yang paling rindukan, ternyata pundak tempat pertamaku bersandar ini begitu hangat dan nyaman. "Setengah sepuluh.. sesuai perjanjian, aku pulang ya, kamu harus tidur" seru Fauzi padaku, "iya Zi... Zi, besok aku seminar di balaikota dan setelah langsung ke stasiun, diantar panitia, kayaknya..." ujarku, "kayaknya gak sempet ketemu? gapapa kok, libur semester udah deket kan? Senyum!" potong Fauzi. "Ahh Zi..." balasku padanya sambil mengenggam t-shirt yang ia gunakan. "Kejar semua yang bisa kita gapai sekarang, gaada yang kamu perlu khawatirin, aku, kamu, kita akan baik baik aja. Kita punya mimpi besar Ta, yang gak akan terwujud kalau setiap hari cuma sedih kangen-kangenan, aku tau kamu hebat kamu kuat, iya kan? Buktinya kamu mampu jadi peserta termuda yang lolos ke final hari ini. Meta-ku itu cewe terpintar di SMA, aku tunggu kabar prestasi-prestasi kamu berikutnya" tutup Fauzi sembari tersenyum sangat manis. Lega rasanya mendengar Fauzi berkata demikian, Fauzi-ku memang mampu mebuat segalanya lebih baik. "Siap kapten! Aku tunggu juga prestasi dari siswa tercerdas se-SMA, I'm so lucky for being with u, Zi" balasku. Kami-pun berpisah di tengah sepi sunyi malam, rinduku terbayar sudah, bahkan rasanya seperti didoping semangat baru.

---

Keesokan harinya, aku bangun dan langsung bergegas seiring fajar yang menyingsing. Kukenakan pakaian formalku untuk menghadiri Seminar Nasional di Balaikota Surabaya. Tak lupa koperku juga kubereskan karena aku akan segera pulang setelah seminar selesai, tiga hari sudah aku meninggalkan kuliah. "Zi, aku berangkat ya. See you next holiday!" celotehku pada chatroom line, "look outside. Bee" balasnya cepat. Aku langsung berlari ke luar penginapan, Fauzi ada di sana sedang berbincang ringan dengan panitia lomba, salah satunya Mas Radit. "Take care, Taa. Baik baik di kampus ya, jangan nakal" ucapnya sembari menarik tangan kananku sembari meletakan cokelat kesukaanku di genggamanku, "Wah, thankyou Zii, kamu juga take care ya! I'll be waiting for you" balasku, "Bye Taa" tutup Fauzi, "Bye..." balasku sambil meratapi lenganku yang tak lagi digenggam Fauzi.

"Ohh jadi itu toh" ledek Mas Radit padaku, "opo toh Mas?" jawabku sambil tertawa, "pantesan gamau dideketin sama anak ITB, udah ada monyetnya ternyata kamu" balas Mas Radit renyah. "Ihh enak aja Fauzi dibilang monyet, dia koala tau, lucuuu" jawabku, "yaa sama aja toh Ndo hewan hewan juga" balas Mas Radit sembari tertawa. Langsung aku bergegas menuju Balaikota bersama Mas Radit dan beberapa peserta final lainnya. Selama seminar aku mendapatkan banyak sekali ilmu baru yang bermanfaat. Tak hanya itu, hubunganku dengan peserta lomba lain juga semakin seru dan dekat. Seusai seminar, sesuai dengan rencana aku langsung kembali ke Jakarta, melanjutkan hidupku, melanjutkan perjuangan yang sebenarnya.

No comments:

Post a Comment