.....
“I have
this unifinished puzzle. Are you one of those missing piece?”
^@benzbara_
Hari
berikutnya aku datang lebih pagi, disana sudah ada Algi, Fitri dan
beberapa temanku yang lain. Aku sudah mengenal Fitri, namun belum
begitu akrab. Akhirnya, aku memutuskan untuk duduk dengan Fitri hari
itu. Algi duduk persis di belakangku, sementara Anna dan Sandy di
belakang. Guru pembinaku sudah masuk kelas tapi Aji belum juga
datang, tak lama kemudian Aji datang, tak biasanya dia sendiri,
biasanya dia selalu bersama seorang temannya satu sekolah. Aji
memutar kepalanya untuk mencari kursi kosong, tak ada kursi di sisi
depan akhirnya Aji duduk di belakang. Aku sedikit kecewa, hari ini
jarakku dengannya cukup jauh. Hingga waktu break tiba, aku membuka
kotak snack dan mulai memakannya, tiba tiba suara yang masih
terngiang itu memanggilku “Cha...” aku langsung menoleh, hanya
memberikan isyarat sebagai tanda sautan, “lo sendiri?” tanya Aji,
“enggak, ini ada” kataku sambil menunjuk kursi Fitri, “ih bukan
itu” jawabnya sedikit jengkel “lo sendiri dari sekolah lo?”
lanjutnya “di matematika?” tanyaku singkat “iyaaa” jawab Aji
seadanya “haha iya sendiri”.
Aji tak
menjawab, hanya memberi sedikit anggukan. Aku tersenyum simpul,
menutupi kegugupan yang sedang menyerang. “Emang sekolah lo ngirim
berapa orang sih Cha?” lanjut Aji sambil sedikit mendelik, “dua
hehe” jawabku sambil sedikit cengengesan “hah? Dua? Dikit banget
sih” jawabnya sedikit mencibir, “ih yaudah biarin yang penting
gue masih nyangkut kan sampe sini” jawabku dengan nada sedikit sombong,
Aji tersenyum, senyum termanis yang pernah kulihat rasanya, tiba tiba
dia sedikit berbisik, sambil memutar matanya, “lagian sih
sekolahnya jarang banget lolos” cibir Aji, aku mendengarnya jelas,
namun aku hanya mendelik sambil berkata “hah? Apa Ji?”
“enggak...” jawabnya setengah tertawa, lalu ia melanjutkan lagi
dengan suara yang masih berbisik “lagian siapa suruh sih masuk
situ” aku semakin mendelik dan bertanya lagi “apaan sih Ji?” “hah
enggak kok gapapa” jawabnya sambil tersenyum lalu meninggalkanku
dan kembali ke kursinya. Aku tertawa, tiba tiba terputar kembali
rasanya memori waktu Aji mengomeliku karena SMA tujuanku, aku benar
benar suka dengan Aji yang ini, Aji yang cerewet dan Aji yang selalu
bisa kulihat. Aku benar benar nyaman disini.
Di hari hari
berikutnya, aku makin jatuh cinta dengan bidang yang aku tekuni saat
ini. Para dosen yang mengajarku sangat friendly dan teman teman yang
awalnya kuanggap tidak menyenangkan ternyata berubah drastis. Mereka semua seru dan
aku merasa nyaman dengan mereka karena menyukai bidang yang sama.
Setiap istirahat biasanya aku bersenda gurau dengan Anna, Fitri
dan Rini, Rini adalah seorang teman baru yang kukenal di pelatihan,
Rini berbeda kotamadya dengan aku, Anna dan Fitri tapi kami tetap
bisa kompak.
“I want to
be your favorite hello and your hardest goodbye”
^@damnitstrue
Pernah satu
hari pelatihan kami dibagi menjadi dua kelas, Aku, Anna, Rini dan
Sandy ditempatkan di ruang 2, sedangkan Aji, Algi dan Fitri di ruang
1, otomatis aku sama sekali tak berkomunikasi dengan Aji. Tapi,
terjadi sesuatu yang cukup menarik, pelatihan hari itu dipulangkan
lebih cepat karena alasan hujan, pembina takut jalan macet dan kami
pulang telat. Papa tentu saja belum tiba untuk menjemputku, akhirnya
aku memenuhi permintaan Anna untuk menemaninya salin baju. Selesai
mengganti baju, kami langsung turun. Suasana sudah sangat sepi,
sepertinya teman temanku sudah pulang semua. Anna berjalan menuju
tempat parkir, aku mengekor di belakangnya sambil mencari orang yang
bisa menemaniku menunggu papa. Binggo! ada Algi sedang duduk sendiri
dan sibuk dengan gadgetnya, aku langsung pamit pada Anna dan berjalan
menuju Algi. Tak hanya Algi yang ada disana, ada tiga orang yang
lainnya, namun ketiga orang itu duduk cukup jauh dari Algi. Aku
berjalan pelan menuju mereka, bimbang antara duduk di kursi sebelah
Algi atau bergabung dengan ketiga orang itu, untunglah Algi sadar
kedatanganku, dia langsung menoleh padaku dan refleks memindahkan tas
yang ada persis di sebelahnya ke pangkuannya. Aku tersenyum, mengerti
akan isyarat yang diberikan Algi, langsung aku duduk di sampingnya.
Aku langsung
membuka suara, berbasa basi layaknya seseorang yang baru kenal. Aku
memanglah orang yang bawel, aku suka membuka pembicaraan dan
mengobrol dengan siapa saja. Algi ternyata juga cukup bawel,
pembicaraan kami berdua berubah menjadi obrolan yang sangat seru.
Algi ternyata pemain lama dalam lomba ini, jadi dia berbagi cerita
denganku tentang pengalamannya. Tak ada kecanggungan sama sekali saat
aku dengan Algi, yaa inilah aku yang sebenarnya, berbeda total saat
berhadapan dengan Aji. Kami saling berbagi tentang sekolah masing
masing, kehidupan, sampai membicarakan sosial media yang sedang terkenal saat ini. Kelihatannya Algi sama sepertiku, sama sama anak
yang sangat dijaga, karena saat itu Algi juga menunggu untuk dijemput
papanya. Ditambah lagi saat Algi berkata, bahwa dia benar benar ingin
pulang dengan angkutan umum tapi tak pernah diizinkan, refleks aku
setengah berteriak meresponnya karena aku juga mengalami hal itu dan
kami sama sama tertawa. Tak terasa hampir tiga perempat jam aku
berbincang dengannya, sekarang tinggal tersisa kami berdua di
koridor, tak sadar jika semua orang sudah pergi, aku lihat jamku dan
sadar pasti papa sudah menungguku, aku langsung pamit pada Algi dan
bergegas pulang. Sepanjang jalan pulang aku sering tersenyum tiba
tiba mengingat obrolanku dengan Algi, dia benar benar teman cerita yang menyenangkan. Simpel saja, mungkin penyebabnya karena minat kami pada bidang yang
sama dan Algi adalah tipe orang yang hampir sama denganku, suka
berbicara, maka dari itu aku merasa klop dengannya.
Tepat keesokan
harinya, ceritaku dengan Algi dimulai lagi. Ajilah penyebab semuanya.
Aku datang sangat pagi hari itu, kutempati meja paling depan yang
nantinya akan kutempati bersama Anna. Yaa, semenjak pelatihan yang
ini aku tak pernah lagi duduk dengan Sandy, padahal dulu Sandylah
temanku satu-satunya. Bukannya sombong, aku hanya tak mau duduk di
belakang, konsentrasiku buyar jika duduk di belakang, sedangkan Sandy
paling anti duduk di depan. Tak lama kemudian Aji datang, dia duduk
di tempat yang seharusnya menjadi tempat Algi, aku tak begitu
perduli, aku melanjutkan obrolanku dengan Fitri. Sampai akhirnya Algi
datang, dia mendelik ketika melihat kursinya ditempati Aji, Algi
bertanya heran dan Aji hanya cengengesan, Algi keliatannya tak begitu
ambil pusing. Tiba tiba aku dijadikan kambing hitam, sadar kursi
sebelahku kosong, Aji refleks berteriak “Gi, lo situ aja samping
Annisa” aku hanya mengerutkan dahi, kupikir Algi tak akan duduk di
sebelahku karena kita baru saling kenal. Tapi ternyata Algi langsung
meletakan tasnya di kursi sebelahku, aku tersenyum tipis, sebenarnya
aku mau buka mulut dan berkata kursi ini untuk Anna, tapi aku tak
enak dan mengingat ini juga karena Aji. Aku sedikit jengkel dengan
Aji, dia memang suka seenaknya, sebenarnya bukan hanya itu, aku
jengkel kenapa bukan Aji saja yang duduk di sebelahku, konyol memang
namun yasudah lah pikirku saat itu.
Aku sudahi
perbincanganku dengan Fitri dan memulai membuka buku untuk mengulang
pelajaran kemarin. Algi juga menyudahi senda guraunya, dia kembali ke
kursi dan menyusulku mengulang pelajaran. Aku membuka kumpulan soal
yang sudah diberikan, setelah mengerjakan beberapa soal aku diam
sambil mengerutkan dahi, aku mulai bingung. Algi menyadari hal itu,
dia langsung menoleh ke kertasku lalu buka suara, “kenapa?” aku
terkejut, Algi ternyata pengamat yang baik, aku tak menjawab, hanya
menunjuk soal di kertas yang menurutku rumit. Algi langsung membaca
soal tersebut dan buka suara untuk menerangkan, penjelasan Algi
sangat bisa kumengerti, dia mampu merubah hal hal yang rumit ke dalam
bahasa yang sangat komunikatif. Akhirnya kertas soalku diambil alih
Algi, dia mencoret-coret kertasku sambil berkutat dengan kalkulator
dan tentunya menjelaskan padaku. Sesekali Algi menoleh padaku lalu
diam menatap, aku memang bawel, tapi aku lemah dengan tatapan mata,
aku tak begitu suka menatap ataupun ditatap, karena jujur hal itu
membuatku lumayan gugup. Pelatihan hari itu benar benar menyenangkan,
aku dapat memahami semua yang dijelaskan hari itu dan materi materi
sebelumnya yang masih membuatku bingung dijelaskan ulang oleh Algi.
Hampir Algi bisa membuatku sejenak melupakan Aji, namun hampir, hanya
hampir. Algi memang cukup memesona, tapi Aji lebih dari itu sampai
tak mampu kudeskripsikan. Aku sudah sangat nyaman berteman seperti
ini dengan Algi, dan biarlah seperti ini.
“only you
can make this world seems right, only you can make the darkness
bright, only you and only you alone can thrill me like you do, and
fill my heart with love for only you”
^The
Platters – Only You (song)
Empat hari
terakhir pelatihan aku duduk dengan Rini, Rini adalah teman dari
kotamadya lain yang baru saja kukenal. Aku dan Rini saling bercerita,
Rini yang awalnya terlihat agak angkuh ternyata sangat baik dan menyenangkan.
Walaupun terlihat kalem, nyatanya Rini sama 'gila'nya denganku, kami
berdua sama sama anak tunggal, dan uniknya Rini juga menyukai pria
yang nama dan sifatnya sama dengan Aji. Aku tertawa geli
mendengarnya, entah bagaimana bisa aku bertemu Rini, orang yang
memiliki begitu banyak kesamaan denganku. Aku bercerita banyak
tentang Aji dengannya dan kami juga membicarakan begitu banyak hal.
Lucu, kami sering tertawa lepas karena hal hal kecil yang tak
dipikirkan orang lain. Aku dan dia juga sering berbagi info info unik sambil sesekali membicarakan tentang teman teman pelatihan.
Sedangkan
Sandy, dia asyik dengan teman barunya. Tentunya teman yang mau
menemaninya duduk di belakang. Kadang aku jengkel dengan gurauannya,
dia tau benar betapa suramnya aku saat pelatihan pertama, jadi dia
berpendapat bahwa walaupun aku duduk di meja depan sekarang, tapi aku
tetap tak mengerti apa-apa. Itulah Sandy, bagaimanapun dia tetap saja
temanku. Fitri dan Anna juga makin klop, bakat mereka hampir sama,
benar benar memudahkan mereka saat pelatihan. Aku kadang tak mengerti
dengan pemikiran Anna dan Fitri, dan sebaliknya mereka juga terkadang
tak mengerti pemikiranku, tapi Anna dan Fitri memiliki pemikiran yang
hampir selalu sama, maka dari itu mereka menjadi sangat klop. Aji?
sama denganku, Aji juga terlihat sudah sangat klop dengan
teman - temannya, gerombolanku dengan gerombolan Aji selalu menempati
meja yang bersebelahan. Namun aku kalah jumlah dengannya, aku biasa
main berempat, sedangkan gerombolan Aji berenam, termasuk Algi di
dalamnya, belum lagi ditambah Sandy yang sering join dengan
Aji, dkk. Aku yang awalnya sedikit muak dengan pelatihan, kini balik
jatuh hati.
Teman-temanku
disana sebagian besar adalah Chinesse, aku salut dengan mereka,
mereka hebat, walaupun di tanah orang namun mereka tetap mampu
bersaing bahkan hampir merajai. Terkadang aku berfikir, kita
terjajah, bukannya rasis, aku tau mereka juga warga negara Indonesia,
tapi aku, kita, yang benar benar anak Indonesia, turunan asli nenek
moyang, nampaknya kalah langkah dibanding mereka. Mereka lebih maju,
karena kegigihan dan keuletannya. Harusnya hal ini bisa menjadi
pelajaran untuk kita, belajar dari mereka dan menjadi manusia manusia
yang lebih baik lagi.
Aku salut pada
Aji, jelas dia mampu bersaing dengan siapapun lawannya. Terlihat
jelas dari peringkat dan nilai gemilang yang selalu berhasil ia raih.
Soal kemampuan, jelas aku kalah jauh dengannya. Sedari SMP dulu, aku
memang selalu di bawahnya, tapi rasanya tak begitu jauh. Kini sangat
berbeda, dia berkembang pesat, jauh di atasku. Mengingatkanku pada
hal yang sebenernya pernah kuucap sendiri “sudah kodratnya pria itu
jauh lebih pintar dari wanita, hanya saja kegigihan terkadang wanita
lebih kuat, dan itu mebuat wanita terlihat di atas laki laki”.
Ditambah lagi Zahwa pernah berkata “kalau pas kecil, emang
perempuan yang menang, karena mereka lebih bisa ngatur, nanti pas SMP
apalagi SMA, laki laki udah mulai bisa serius, nah mereka bakal jauh
melejit”. Sekarang aku benar benar yakin dengan hal itu, karena
buktinya ada di depan mataku sendiri, yaa Aji.
“You are
one of those beautiful things that happened to my life and made my
life worthwhile”
^@damnitstrue
Banyak hal
menarik yang kualami selama pelatihan, dan tentunya banyak sekali
ilmu pengetahuan yang kudapat. Mendekati hari hari terakhir pelatihan
aku sedih, padahal di sisi lain aku juga merindukan sekolah asliku.
Begitu banyak pelajaran dan orang orang baru yang kudapat di tempat
ini, sehingga memberatkan langkahku untuk meninggalkannya. Tak hanya
itu, banyak juga pengalaman baru yang kudapat, termasuk pengalaman
pulang naik angkutan umum. Aku, anak papa yang selalu diantar-jemput
ini akhirnya merasakan pulang naik angkutan umum dengan jarak yang
lumayan jauh. Hari itu papa benar benar ada urusan penting, sehingga
aku meyakinkan papa bahwa aku bisa pulang sendiri. Akhirnya papa
mengizinkan, padahal jujur aku sendiri agak ragu karena tak tau rute,
tapi ini kotaku, tak lucu jika aku tersesat, jadi aku mencoba santai
dan percaya diri. Aku meminta Sandy agar pulang bersama denganku,
Sandy pura-pura tak mau, aku tau dia jengkel karena belakangan ini
dia menganggapku agak sombong. Aku merayunya sebisaku, lalu
teman-temannya menertawaiku termasuk Aji, Aji malah memanas-manasi
Sandy dengan mengajaknya main futsal, Sandy tertawa dan meledek akan
meninggalkanku sendiri. Aku mendesah kesal, Aji dkk malah makin
menertawaiku, mereka mengerti benar aku anak manja yang mungkin bisa
hilang di jalan karena tak tau apa-apa, sampai akhirnya Aji menengahi
dan buka mulut “San rumah lo kan deket sama Icha, pulang barenglah
kasian dia”, aku kaget mendengarnya, akhirnya si dingin ini
membelaku, aku tersenyum bersamaan dengan anggukan Sandy.
Akhirnya aku
pulang dengan Sandy, aku nurut saja mengikuti Sandy. Hari itu aku tak
mau pulang ke rumah, tapi langsung ke tempat les yang tak lain juga tempat les Sandy. Menunggu kendaraan
di kota besar memanglah butuh kesabaran, jarak yang tak begitu
seberapa menjadi lama karena kendaraan yang terbatas, untung saja sore
itu belum begitu macet. Akhirnya kami sampai di sebuah terminal, aku tau
terminal ini, karena jaraknya tak begitu jauh dari rumahku, tapi
tetap saja aku tak mengerti soal angkutannya. Aku dan Sandy menunggu
angkutan umum jenis mobil kecil, angkutan umum yang ini memang selalu
penuh. Angkutan pertama yang datang kosong satu dan Sandy menuruhku naik, aku langsung
menolak. Setelah tolakanku itu, semua angkutan yang lewat penuh,
Sandy mulai tak sabar. Akhirnya ada angkutan yang kosong, namun entah kenapa kosong satu lagi, Sandy kembali menyuruhku naik tapi aku tak mau dan
menyuruhnya balik, tak kusangka Sandy langsung naik, tersenyum lalu
meninggalkanku sendiri. Aku diam sebentar, lalu kalang kabut karena
aku benar benar tak mengerti angkutan. Aku mencoba tenang, dan
menunggu angkutan itu dengan sabar, setelah ada yang kosong aku naik
dan duduk di dekat supir. Beruntung Pak Supir itu amat baik, dia
memberi tau jalan bahkan angkutan selanjutnya yang harus kunaiki
untuk mencapai tempat tujuanku, akhirnya aku sampai di tempat lesku
sambil menahan tawa, ini benar benar kejadian yang tak terlupakan.
“I am
literally my own bestfriend. I have inside jokes with my self and
sometimes I will start laughing out loud at how funny I am”
^@Derpey
Hari terakhir
pelatihan menjadi hari yang selalu kuingat, hari yang cukup bodoh
rasaku. Hari itu banyak temanku yang tidak hadir, termasuk Algi dan
Sandy, aku sedikit kecewa karena seharusnya hari itu menjadi hari
perpisahan kami, aku mau foto bersama dengan mereka semua. Untunglah
Aji hadir, aku masih punya harapan untuk berfoto dengannya, sebuah
hal yang aku ingin lakukan dua tahun lalu, saat lulus SMP, tapi tak terjadi.
Pelatihan selesai, hampir semua teman temanku langsung menikmati
makan siang, kecuali aku, aku sibuk mengumpulkan mental untuk
mengajak Aji foto bersama. Aku benar benar gugup, rasanya ingin
kuurungkan niatku, tapi aku tak mau menyesal seperti dua tahun lalu,
untung ada Rini yang mampu menenangkanku dan memaksaku untuk tetap
foto bersama Aji. Akhirnya, Aji selesai makan, aku bersiap untuk buka
suara, tapi ternyata aku cuma diam dan Aji berlalu begitu saja. Rini
setengah berteriak padaku, dan akhirnya refleks aku menarik tas Aji
sambil memanggilnya, Aji menoleh keheranan, belum sempat dia buka
suara aku langsung menyampaikan maksudku. Aji tertawa, geli sekali,
makin geli setelah mengetahui bahwa maksudku adalah foto berdua, aku
dan dia. Aku malu, benar benar malu.
Sepanjang
jalan pulang, aku tertawa. Menertawai diriku sendiri, keberanianku
meminta foto bersama Aji merupakan hal heroic rasaku, berlebihan
mungkin namun aku benar benar tak berfikir aku bisa melakukan hal
itu. Tak hanya itu, semua hal yang sudah kualami selama dua minggu
terasa berputar kembali, tiba tiba aku benar benar tak mau berpisah
dengan dunia pelatihan. Aku terlalu asyik di sana, sehingga langkahku
untuk meninggalkan pelatihan menjadi amat berat. Untuk menghibur
diri, aku mampir ke sekolah, aku bertemu teman-teman yang memelukku
bergantian, mereka merindukanku dan aku lebih merindukan mereka. Yaa
inilah rumahku yang sebenarnya, sekolahku sendiri. Aku berbagi
pengalaman selama di pelatihan dan teman-temanku menceritakan semua
yang terjadi di sekolah saat aku tak ada. Sepulangku ke rumah juga
tak lupa aku menghubungi Zahwa untuk bercerita. Zahwalah pembaca
cerpen setiaku setiap aku punya cerita baru.
Kini, aku
punya waktu empat hari untuk test 4, testku yang terakhir sebelum aku
dikarantina dan menghadapi perlombaan puncak. Aku sudah cukup jauh
ada disini, test 4 adalah tahap yang paling sulit. Aku harus mampu
menyisihkan lebih dari dua ribu orang se-Indonesia untuk lolos, dua ribu orang itu tentu saja bukan pelajar biasa, mereka juga mempunyai
kemampuan yang sama bahkan jauh lebih di atasku. Aku akan mengerjakan
test semaksimal mungkin, namun aku benar benar tak yakin lolos, ini
terlalu berat. Test 4 akan dilaksanakan di sekolah Algi, waktu empat
hariku kumanfaatkan semaksimal mungkin. Soal
hasilnya nanti, aku benar-benar pasrah.
Test
dilaksanakan di hari selasa, di hari senin aku tetap masuk sekolah
karena ujian kenaikan kelas. Konsentrasiku akhirnya terbagi, harus
mempersiapkan diri untuk test tapi di sisi lain juga harus belajar
untuk ujian. Awalnya aku sedikit jengkel, kenapa sekolah tidak
memberiku dispensasi untuk libur ulangan sehari lagi. Namun ternyata
tak begitu buruk, masuk sekolah malah menjadi hiburan untukku
walaupun sedang ulangan. Yaa teman-temankulah sebabnya, mereka
pengusir gusar dan pemacu semangatku. Mereka mampu mengusir lelah
sedari pelatihan dan menyulut semangat untuk test esok hari.
“what are
you doing during I am not here?” “waiting you come back...”
Conversation
between Spongebob & Patrick
^Sponge Bob
Square Pants
Hari yang
paling menegangkan untukku tiba, aku bangun amat pagi untuk
mempersiapkan diri. Sepanjang bersiap-siap pikirku tak pernah lepas
dari bayangan soal yang akan kuhadapi, aku juga harus berangkat lebih
pagi hari ini karena aku akan berangkat dengan Pak Imran. Pukul enam tepat aku sampai di sekolah, Pak Imran sudah lebih dulu sampai, tak
lama kemudian Damar temanku yang ada di bidang Biologi dan juga Dhana
temanku yang ada di bidang Fisika datang. Kami langsung bergegas ke
lokasi test, yaa sekolah Algi. Sampai disana Pak Imran memberi kami
kata-kata penyemangat, lalu aku, Damar dan Dhana berpisah untuk
menuju ruang masing masing. Aku di ruang 3 Matematika, dan Aji satu
ruangan denganku, tak masalah aku benar benar sudah biasa. Sandy dan
Algi ditempatkan di ruang 1, Anna di ruang 2, sedangkan Rini dan
Fitri di ruang 4. Aku berjalan santai menuju ruanganku, tiba-tiba
Algi muncul dari ruang 1, aku tersenyum lalu bertanya pada Algi
dimana ruanganku, Algi menunjuk sebuah ruangan sambil berjalan
beriring untuk mengantarku.
Ruanganku
masih sangat sepi. Baru ada dua tas di atas meja dan sama sekali
tidak ada orang. Aku langsung mengambil buku dan bergegas kembali ke
ruang Algi. Aku setengah cengengesan masuk ruangan itu “ruangan gue
gaada orang, join yaa” Algi dan Sandy hanya tertawa. Aku langsung
duduk di kursi tepat di belakang Algi dan Sandy, Algi langsung
memutar badan kearahku, melihat Algi aku lagsung teringat dengan soal
yang belum bisa kuselesaikan, aku langsung tanyakan padanya dan
seperti biasa dia menjelaskan padaku dengan sangat baik. Aku benar
benar sedang asyik belajar dengan Algi, sampai akhirnya Sandy
mengusikku, dia memang sangat usil. Dia menggodaku dan Algi, aku
mendadak salah tingkah, aku tak enak dengan Algi. Akhirnya aku
langsung pamit dengan Algi dan kembali ke ruanganku, tapi sial
ruanganku masih belum ada orang. Akhirnya aku pindah basecamp ke
ruang 2, beruntung Anna sudah datang dan Aji juga ternyata ada di
ruang ini, Aji juga pasti mencari keramaian karena ruangan kami sepi.
Aku hanya berbincang ringan dengan Anna sampai bel tiba, aku rasa aku
sudah siap. Aku hanya perlu rileks saat ini.
Bel berbunyi,
aku langsung ke ruangan dan mempersiapkan semua peralatan ujian. Aji
duduk di serong kanan belakangku. Aku tak begitu memperhatikannya,
aku fokus dengan buku soal yang aku terima. Yaa benar, buku soal,
soal testku kali ini benar-benar panjang sehingga dibukukan. Kubaca
soal perlahan, soal ini benar-benar berbeda dengan tahun-tahun
sebelumnya, aku lumayan kaget melihatnya. Soal ini lebih rumit,
materinya juga lebih luas, ada yang bahkan tak pernah kupelajari. Aku
mencoba santai, kukerjakan soal sebisaku, lagi pula aku punya waktu
tiga jam. Soal yang tadinya kuanggap sulit ternyata bisa kuatasi satu
persatu, walaupun tak semuanya dapat kupecahkan. Aku tak ambil
pusing dengan test ini, yang penting aku sudah melakukan yang
terbaik.
Waktu test
selesai, aku langsung keluar menuju ruangan Anna, Aji mengekor di
belakangku, lalu kami saling menoleh dan lagi lagi diam. Kami berdua
sama sama tak buka suara walau hanya sekedar bertanya tentang soal
barusan. Untunglah Anna cepat keluar, lalu aku dan dia mencari Rini
dan Fitri. Akhirnya kami berempat berkumpul, refleks kami bercerita
setengah berteriak membahas test yang baru saja selesai sambil
berjalan menuju kantin. Saat makanpun kami tetap asyik membicarakan
test, soal-soalnya memang sangat memancing untuk dibicarakan. Tak
lama, Algi, Aji dan yang lain juga datang dan makan di meja depan
kami. Dhana dan Damar belum selesai test, mereka punya waktu setengah
jam lebih lama dariku, jadi lebih baik aku menunggu mereka sambil
makan dan menyegarkan pikiran. Aku selesai makan, hampir berbarengan
dengan bel tanda selesai test Dhana dan Damar, aku langsung ke warung
es untuk membeli minum lalu ke gerbang sekolah untuk bertemu Dhana
dan Damar.
Rini langsung
pulang, sekarang tinggal aku, Anna dan Fitri. Hampir setengah jam aku
bersenda gerau dengan mereka sambil menunggu Dhana dan Damar. Sampai
akhirnya aku sadar ada yang tak beres, ke mana Dhana dan Damar? Aku
mulai berfikir mereka meninggalkanku. Apalagi setelah Anna pulang dan
aku tinggal dengan Fitri. Kulihat jamku dan ini hampir 40 menit
setelah bel Dhana dan Damar berbunyi. Aku panik, Fitri juga ikut
panik, aku tak tau jalan ini apalagi angkutannya. Aku mendelik
sekitar, mencari apakah Algi masih ada untuk sekedar memberi tahuku
bagaimana jalan pulang, atau lebih beruntung lagi aku bisa pulang
dengannya. Ini gawat bagiku, aku benar benar tak mau pulang sendiri,
apalagi ditambah tak tau jalan, apes, papa juga tak bisa menjemputku.
Tiba tiba aku ingat, Aji sepertinya belum pulang, akhirnya aku dan
Fitri menunggunya. Beruntung sekali, tak sampai dua menit Aji muncul
bersama teman-teman satu sekolahnya.
Kudorong
Fitri, sebagai isyarat minta tolong “tanya Aji” untunglah Fitri
mengerti dan langsung bertanya pada Aji. Setelah Aji menjawab aku
langsung meneruskan pembicaraan, Aji setengah kaget lalu tertawa
sangat geli saat aku bilang aku mau pulang dengannya. Sial, Aji akan
pulang dengan mobil komite sekolahnya, dia mengajakku pulang
bersamanya dengan mobil komite. Aku langsung menolak, aku tak enak
naik mobil komite sekolah lain, tapi Aji memaksaku, daripada aku
pulang sendiri pikirnya. Aku mulai luluh, aku pasrah dan mau ikut Aji
naik mobil komite, sampai tiba-tiba Aji berkata “yaudah yuk
pulang”, Aji berubah pikiran dan mau pulang dengan angkutan umum.
Aku senang, benar-benar senang. Sepanjang jalan Aji meledekku sambil
tertawa-tawa karena aku tak mengerti jalan beserta angkutannya. Aku
benar-benar puas memandang senyum Aji hari ini, riangnya membuatku
begitu bahagia. Aku tak menyangka akan mengalami hal ini dengan Aji,
rasanya aku ingin bertahan dengan waktu saat ini saja.
Terlebih lagi,
Aji begitu manis kali ini, saat berjalan ke angkutan umum
selanjutnya, aku melangkah cepat meninggalkan Aji bersama kedua teman
prianya, aku tak mau mengganggu waktu Aji dengan temannya, sampai
tiba tiba punggung tangan itu menyentuh punggung tanganku. Aku
menoleh dan langsung kaget, punggung tangan itu milik Aji, lalu Aji
berjalan beriring menemaniku, tanpa kata. Rasa-rasanya Aji tak tega
melihatku berjalan sendiri. Kembali Aji menemaniku saat berjalan ke
angkutan selanjutnya, tepatnya saat berjalan di atas zebra cross
alias saat menyebrang. Aji si dingin itu ternyata bisa begitu manis.
Di angkutan terakhir, aku duduk persis di sebelah Aji, aku duduk
menyerong ke arahnya dan Aji duduk menyerong ke arahku. Aku kembali
berbincang ringan dengan Aji dan kedua temannya. Aku gugup, aku tak
pernah sedekat ini dengannya, tapi tetap aku lekat memandangnya yang
kini persis ada di depanku. Sampai akhirnya waktuku dan Aji selesai,
sampailah kami di sekolah Aji, Aji langsung turun dan berkata “sampe
sini udah ngerti kan?” dengan ekspresi meledek, ini daerah yang
cukup dekat dengan sekolahku, keterlaluan jika aku masih tidak
mengerti, aku hanya tersenyum sambil berterimakasih. Aku lekat
memandang langkah Aji, aku benar benar mau menikmati detik-detik
dimana mataku masih dapat menjangkaunya. Sampai akhirnya Aji menoleh
lumayan lama ke arahku dan aku tersenyum simpul padanya, tanda
perpisahan yang diberikan Aji saat berada di persimpangan jalan
menuju sekolahnya. Lalu, Aji menelusuri persimpangan itu dan tak
dapat kulihat lagi.
Kini, aku
harus menunggu satu setengah bulan untuk hasil test 4. Berarti satu
setengah bulan juga aku tak bertemu Aji, kalau lolos, tapi jika tidak
lolos maka aku tak tau kapan dapat bertemu dengannya lagi. Aku sering
tertawa sendiri jika mengingat semua hal yang aku alami dengan Aji,
aku benar benar seperti orang bodoh saat didekatnya. Yaa hanya
mengingat saja yang bisa kulakukan saat ini, sambil memandangi fotoku
dengannya. Hal hal manis yang Aji lakukan selalu menjadi memori yang
paling lekat bagiku, sangat lucu, mengingat rasanya aku juga sering
mengalami hal-hal yang jauh lebih manis dengan yang lain tapi tak
pernah selekat ini. Aku sadar mungkin hanya Aji yang bisa, yaa
mungkin.
“you used
to captivate me, by your resonating light. But now I'm bound by the
life you left behind, your face, it haunts my once pleasant dream,
your voice, it chased away all of the sanity in me. These wounds wont
seem to heal, this pain is just too real, there's just too much that
time cannot erase”
^Evanescence
– My Immortal